Nah, jadi ceritanya aku baru pulang dari Munnar dan masih kebayang-bayang kebun tehnya yang hijau banget sampai silau (beneran, mataku sempat ngedip karena hijau overload). Di sini aku tulis itinerary santai plus tips transportasi, akomodasi, dan cara berinteraksi dengan budaya lokal—biar kamu yang dari Indonesia nggak tersesat rasa dan tata krama. Santai aja bacanya, kayak lagi ngopi bareng sambil lihat kabut.
Rencana perjalanan santai: 3 hari yang adem
Kalau cuma punya 3 hari, aku sarankan itinerary yang nggak buru-buru supaya bisa bener-bener menyerap udara pegunungan (dan foto-foto tanpa ngos-ngosan). Hari pertama: datang pagi atau siang, check-in, lalu jalan santai ke tea estate terdekat. Sore hari nikmati sunset di Echo Point atau Top Station kalau masih kuat. Ada momen lucu waktu aku pertama kali ke tea estate—sang guide nunjukin daun teh sambil bilang “smell, smell” dan aku ngendus berlebihan kayak mencium pasta gigi-herbal, orang-orang lokal ketawa geli.
Hari kedua: bangun pagi untuk melihat kabut, lalu ke Eravikulam National Park kalau kebetulan taman buka dan kamu mau lihat Nilgiri tahr (semacam kambing gunung yang imut). Lanjut ke Mattupetty Dam untuk naik perahu santai, dan jangan lupa mampir ke dairy farm—es krim susu segar di sana levelnya magis. Malamnya, coba kuliner lokal—masakan Kerala kaya rempah, ada kari ikan yang bikin mata melek sekaligus bahagia.
Hari ketiga: kalau masih santai, kunjungi beberapa viewpoint favorit locals, jalan-jalan di pasar kecil Munnar untuk beli rempah, dan sebelum cabut, mampir ke salah satu perkebunan teh yang buka untuk tur singkat. Kalau kamu tipe pelan-pelan kayak aku, sisakan waktu duduk di balkon penginapan sambil baca buku—suara angin dan aroma teh itu obat stres instan.
Transportasi: bagaimana sampai dan cara keliling?
Dari India, rute umum buat turis internasional biasanya lewat Kochi atau Coimbatore. Dari sana kamu bisa ambil mobil sewaan atau bus negara bagian menuju Munnar. Perjalanan darat ke Munnar itu scenic banget—maksudnya, sering bikin kita berhenti karena “wow” alias mau foto terus. Tips: pilih sopir yang terbiasa rute pegunungan; kalau kamu nggak mau deg-degan, lebih baik bayar sedikit lebih untuk sopir yang paham belokan sempit dan kabut mendadak.
Di dalam kota Munnar, kendaraan umum terbatas, jadi rental mobil dengan sopir atau motor kecil (kalau berani) adalah pilihan populer. Untuk jalan-jalan singkat seperti ke pasar atau viewpoint, tuk-tuk juga asik—negosiasikan harga sebelum naik supaya nggak panik di akhir perjalanan. Oh ya, jalan di pegunungan kadang licin kalau hujan, jadi selalu sedia jaket hujan tipis dan sepatu yang nggak licin.
Akomodasi: homestay, bungalow, atau tea estate stay?
Akomodasi di Munnar variatif—dari homestay hangat milik keluarga lokal hingga bungalow mewah di tengah kebun teh. Kalau mau nuansa lokal dan cerita seru dari pemiliknya, homestay itu juara: kamu bakal disuguhi teh pagi, obrolan tentang cara memetik daun teh, dan mungkin undangan makan malam sederhana. Bagi yang mau pengalaman unik, menginap di perkebunan teh (tea estate stay) memberi sensasi bangun langsung di antara barisan hijau yang rapi. Aku sempat nginep di salah satu cottage kecil—pagi-pagi dibangunkan suara burung, kupunya insting jadi fotografer amatir dan berakhir dengan ratusan gambar daun berembun.
Kalau kamu butuh rekomendasi yang agak komersial tapi tetap cozy, cek penginapan-penginapan yang sering direferensikan tur lokal; ada juga penginapan yang namanya dreamlandmunnar kalau penasaran. Intinya, sesuaikan dengan mood: mau hemat dan dekat interaksi, pilih homestay; mau tenang dan mewah, pilih resort atau bungalow di tea estate.
Budaya lokal: sopan santun dan hal-hal kecil yang kelihatan sepele
Orang Kerala ramah dan hangat. Bahasa lokalnya Malayalam, tapi banyak orang yang bisa bahasa Inggris. Sebagai wisatawan Indonesia, beberapa hal kecil akan membantu kamu diterima: berpakaian sopan saat masuk ke tempat ibadah (tutup bahu dan lutut), selalu bersikap ramah saat berinteraksi, dan tanya dulu sebelum memotret orang. Waktu aku iseng foto seorang nenek sedang menyortir daun teh, ternyata dia senyum bangga dan minta lihat hasil fotonya—kebahagiaannya spontan bikin hari itu terasa hangat.
Jangan kaget kalau di pasar kamu diundang mencicip makanan atau diajakin ngobrol panjang; orang sana suka ngobrol dan bercerita tentang cuaca, panen, atau resep teh keluarga. Hargai itu dengan senyum dan sedikit basa-basi—seperti halnya kita di Indonesia, keramahan itu jembatan cepat untuk mendapatkan pengalaman otentik.
Jadi intinya, Munnar enaknya dinikmati dengan langkah pelan, napas panjang, dan rasa ingin tahu. Bawa jaket hangat, kamera (atau cuma smartphone juga oke), serta hati yang siap dibuat tenang oleh pemandangan hijau tak berujung. Kalau kamu mau cerita lebih detail soal rute, biaya, atau rekomendasi makan, bilang aja—aku senang kalau bisa bantu merapihin rencana perjalananmu.